Senyuman

8:08 PM Posted by Dodik

Senyuman adalah sikap sederhana yang amat berarti. Sebagai ekspresi sopan santun sekaligus keramahan, senyuman membawa rasa damai dan keakraban. Bagi rekan kerja kantor, partner bisnis, hingga atasan pun, senyuman dapat menjadi bahasa penghargaan atas keberadaan orang lain. Lepas dari apapun motivasi yang melatarbelakangi. Alangkah bahagianya kehidupan ini jika di setiap sudut tempat dan sendi kemasyarakatan diwarnai selalu oleh senyuman.

Pada dasarnya, setiap anak di usia dini lebih peka terhadapa orang-orang dewasa akan apa yang menarik dan tidak. Senyuman merupakan ekspresi tersederhana dari seorang anak ketika hendak mengatakan bahwa mereka menyukai sesuatu hal. Sebagaimana menangis adalah ungkapan tidak suka ataupun kecewa, senyuman selalu mengiringi hari-hari anak-anak kita, khususnya di masa balita, acap kali melihat tingkah laku unik orang tua maupun kerabat, hingga benda menarik lainnya. Lantas apa yang membuat senyum itu menghilang dari anak-anak dan berubah menjadi sikap masam, jutek, keras, kaku, hingga kemarahan? Hal ini jelas terkait dengan peran orang tua dan keluarga yang menjadi lingkungan kecil dimana sang anak tumbuh dan belajar.

Faktor yang seringkali mempengaruhi pudarnya senyum dari sang anak; pertama, kebiasaan buruk oran tua, dan kedua, lingkungan yang kurang positif. Faktor pertama yakni kebiasaan buruk orang tua ketika sehari-hari mengurus si anak dalam berbagai aktifitas. Menjelang umur 2-3 tahun hampir tiap anak cenderung melakukan aktifitas motorik secara dominan. berbagai macam hal yang dapat mereka indera baik visual maupun auditorial hendak mereka coba lakukan, berikut extra motivasi lain yang menjadi pendorong. Berlari, melompat, melempar adalah sebagai dari sekian hal yang sang anak lakukan. Sikap spontan dari orang tua adalah memperingatkan kepada sang anak dengan nada melarang. Meski boleh jadi hal ini dimaksudkan demi keselamatan dan kebaikan sang anak sendiri. Terlebih lagi jika sikap marah dan berteriak terhadap uang sanga anak yang dilakukan. Lebih parah lagi jelasnya. Langsung maupun tidak, hal tersebut menciptakan kesan negatif bagi si anak yang dikemudian diikuti sikap murung hingga menangis. Dorongan untuk sekedar beraktifitas semata dianggap sebuah kenakalan yang seharusnya dihilangkan. Mutlak perasaan gembira yang beberapa menit sebelumnya dirasakan sang anak spotan berubah menjadi rasa berasalah ataupun sedih.

Yang dapat menjadi solusi dalam menyikapi kecenderungan motorik anak di usia 2-3 tahun adalah dengan berusaha menciptakan kondisi dimana segala aktifitasnya tidak membahayakan keselamatan si anak dan orang lain. Benda-bedan tajam, jenis mainan dengan resiko melukai dan semacamnya harus dihindari. Pun hal tersebut harus terjadi, seyogyanya kita bersikap bijak dengan berusaha mengerti psikolgi sang anak. Membentak dan memarahi jelas bukan pilihan tepat. Memberi nasehat dengan perkataan halus dan lembut sembari diikuti motivasi dan senyuman tulus akan membantu si anak untuk menyadari bahaya atau resiko yang sangat fatal. Tidak hanya itu, mengalihkan perhatian sang anak ke bentuk aktifitas lain yang tidak kalah menarik dan menantang juga sangat penting demi mewadahi rasa ingin tahu dan dorongan motorik si anak. Dengan begitu, secara relative hal yang kita anggap riskan dapat dihindari tanpa mengahalangi sang anak untuk terus belajar.

You can leave a response, or trackback from your own site.

0 Response to "Senyuman"